Perbandingan dalam 2 Dasawarsa
Sebagaimana pada tulisan terdahulu, kalau di era 90’an ketika saya masih belajar di Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, jenis-jenis kelainan anak luar biasa tidaklah sebanyak seperti sekarang ini. Saat itu paling dikenal didunia pendidikan bahkan di pendidikan luar biasa kelainan anak ini terdiri dari anak tunanetra (gangguan/ cacat pengliatan), anak tunarungu (gangguan/cacat pendengaran), anak tunagrahita (keterbelakangan mental), anak tunadaksa (gangguan/ cacat fisik), dan anak tunalaras (gangguan perilaku) serta jikapun masih disebutkan paling anak dengan cacat ganda (multiple handicaped).
Sebagaimana pada tulisan terdahulu, kalau di era 90’an ketika saya masih belajar di Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, jenis-jenis kelainan anak luar biasa tidaklah sebanyak seperti sekarang ini. Saat itu paling dikenal didunia pendidikan bahkan di pendidikan luar biasa kelainan anak ini terdiri dari anak tunanetra (gangguan/ cacat pengliatan), anak tunarungu (gangguan/cacat pendengaran), anak tunagrahita (keterbelakangan mental), anak tunadaksa (gangguan/ cacat fisik), dan anak tunalaras (gangguan perilaku) serta jikapun masih disebutkan paling anak dengan cacat ganda (multiple handicaped).
Berbeda dengan saat ini, jenis anak berkelainan sangat banyak belum lagi jika jenis-jenis tersebut diklasifikasikan menurut keadaan masing-masing. Kita lihat saja misalnya jenis-jenis anak berkebutuhan khusus atau peserta didik yang memiliki kelainan sebagaimana disebutkan pada permendiknas No. 70 tahun 2009 pasal 3 ayat (2) terdiri atas: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya; l. memiliki kelainan lainnya; dan m. tunaganda. Belum lagi dengan istilah lain seperti anak cacat financial, anak cacat budaya, dan anak cacat geografis.
Pertanyaannya, apakah kelainan ini merupakan kelainan baru yang sebelumnya belum ada di dunia ini atau sebelumnya sudah ada tetapi belum terdeteksi oleh kita?
Jawabannya bisa jadi dua-duanya. Artinya, permasalahan kondisi anak yang makin beragam telah diikuti dengan kemampuan menemukenalinya. Ini berarti pula perhatian pada anak luar biasa pun semakin meningkat.
Apa Perlunya Label Berkelainan?
Seiring dengan itu, istilah atau label yang diberikan pada anak dengan kondisi berbeda ini pun nampaknya makin populer di masyarakat. Apakah ini juga berarti perhatian dan kepedulian masyarakat juga makin meningkat dalam arti positif?
Seiring dengan itu, istilah atau label yang diberikan pada anak dengan kondisi berbeda ini pun nampaknya makin populer di masyarakat. Apakah ini juga berarti perhatian dan kepedulian masyarakat juga makin meningkat dalam arti positif?
Ya! Kalau maksud pelabelan tersebut untuk keperluan penanganan atau pendidikan. Begitupula dengan perubahan istilah yang digunakan misalnya dari cacat menjadi tuna, berkelainan menjadi luar biasa pun sebenarnya merupakan perubahan radikal.
Celakanya, pelabelan yang diberikan justru cenderung bukan untuk demikian. Istilah berkelainan seperti tuna, hendaya ini dan itu atau mungkin juga anak istimewa serta berbakat adalah menjadi suatu beda yang berarti jarak (kurangnya rasa kedekatan) dan akhirnya membuat rasa saling terasing. Padahal, sebagaimana menurut Ashman dan Elkins terdapat beberapa kekurangan dalam labelisasi dan klasifikasi, yaitu:
1. pelabelan ini cenderung memfokuskan pada gambaran negatif dari ketidakmampuan,
2. pelabelan membagi masyarakat kedalam kategori eksklusif dan menghasilkan konsep yang tidak benar tentang kehomogenitasan suatu kelompok,
3. label menggiring kearah suatu stigma dan respon sosial yang tidak sesuai,
4. label menghantarkan pada suatu mitos dan setengah kebenaran berdasarkan asumsi tentang penjelasan dari status atau tingkah laku individu tertentu, dan
5. membawa pada suatu hal yang permanen.
Namun, jangan pula kita melihat kekurangan dari anak seperti tidak suka berolahraga sebagai hal yang sepele. Banyak pula orangtua yang justru senang bila anaknya yang baru masuk SD lebih suka belajar daripada bersosialisasi.
Education 4 all
Maksud lain yang juga ingin saya sampaikan disini adalah saya setuju bahwa setiap anak pasti berbeda dan dengan perbedaan itulah kebutuhan mereka juga berbeda. Perbedaan bukan menjadi suatu pertentangan tetapi menjadi suatu kesatuan yang kuat. Dalam pernyataan Salamanca (1994) tertulis bahwa setiap anak mempunyai karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda.”
Akhirnya, seiring dengan semboyan education for all, pendidikan harus diberikan tanpa memandang suku, ras, agama, fisik, ekonomi, dan sosial akan meminimalkan bahkan menghapuskan pendapat “kondisi kamu seperti ini, jadi kamu adalah ini. Jika tidak bisa begitu, tempatnya bukan disitu, dan seterusnya dan seterusnya…”